Minggu, 11 Maret 2012

memori

masa-masa SMA niih

intelektual/intelegensi


A.      Pengertian Intelektual / Intelegensi
Menurut English & English dalam bukunya " A Comprehensive Dictionary of Psichological and Psychoalitical Terms" , istilah intellecct berarti antara lain : (1) Kekuataan mental dimana manusia dapat berpikir ; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence =intellect). Bukamennurut kamus WebssterNew Worid Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti:
1) kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauandan perasaan,
2) Kecakapan mental yang besar,sangat intellegence, dan
3) Pikiran atau inteligensi.

Jadi istilah inteligensi menurut para ahli diantaranya menurut Wechler (1958) mermuskaan intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test).

Dengan menggunakan hasil pengukuran test inteligensi yang mencakup general (Infomation and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970 : 78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan Inteligensi, yang dapat di tafsirkan anatara lain sebagai berikut :
1). Laju perkembangan Inteligensi pada masa remaja-remaja berlangsung sangat pesat,
2). Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu (Juntika N, 137-138).
Ditinjau dari perkembangan kogninif menurut piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja, secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak dengan kata lain, berfikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada berfikir kongkrit.
Sementara proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaannya dari mulai usia 12 – 20 tahun. Pada usia 16 tahun berat otak sudah menyamai orang dewasa. Sistem syaraf yang memproses infprmasi berkembang secara cepat pada usia ini. Pada masa remaja terjadi reorganisasi lingkaran syarat, lobe frontal, yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu merumuskan perencanaan strategis, atau mengambil keputusan. Lobe frontal ini terus berkembang terus sampai usia 20 tahun atau lebih. Perkembangan lobe frontal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan intelektual remaja, seperti pada usia 12 tahun walaupun secara intelektual remaja itu termasuk anak berbakat atau pintar. Namun belum bijaksana, maksudnya remaja tersebut mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi tidak seterampil remaja yang lebih tua usianya. Yang menunjukkan wawasan atau perspektif yang luas terhadap masalah tersebut (Sigelman & Shaffer, 1995)
Pada periode kongkrit, anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi atau hakim, sedangkan remaja mengartikannya sesuatu yang abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga masyarakat yang mempunyai interes remaja.

Adapun pembahasan mengenai inteligensi itu secara teknis pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
1). Pembahasan mengenai sifat hakekat inteligensi, dan
2). Pembahasan mengenai penyelidikan inteligensi itu
Hal yang sama lebih bersifat teoritis-konsepsional, sadang hal yang kedua lebih bersifat teknis metodologisnya. Dalam pada itu harus diingat bahwa penggolongan seperti yang dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip. Sebab kedua hal itu pada hakekatnya tidak dapat di pisah-pisahkandengan tajam.
Inti persoalan daripada sifat hakikat inteligensi itu dirumuskan dengan pertanyaan : Apakah inteligensa itu ? Pertanyaan ini justru dalam bentuknya yang demikian itu, menjadi obyek diskusi yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi, terutama disekitar tahun-tahun 1900-1925. Persoalannya sendiri sudah tua sekali, lebih dari padaitu psikologi itu sendiri, karena hal tersebut telah di bahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ahli. (J.S.Suriasumantri, 2004 : 122).

Menurut konsepsi inteligensi ini adalah persatuan (kumpulan yang di persatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karenna itu pengukuran mengenai inteligensi juga dapat di tempuh dengan cara mengukur daya-daya jiw khusus itu, misalnya daya mengamati, daya mereproduksi, daya berfikir dan sebagainya. (J.S.S : 2004 : 125).
Konsep-konsep yang timbul dari keyakinan, bahwa apa yang di selidiki (di test) dengan testinteligensi itu adalah inteligensi umum. Jadi inteligensi di beri defenisi sebagai taraf umum yang mewakili daya-dayakhusu.

B. Hubungan Intelek Dengan Tingkah Laku
Kemampuan berfikir abstrak menunjukka perhatian seseorang terhadap kejadian dan peristiwa yang tidak kongkrit, misalnya ; pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh didepannya. Bagi remaja, corak perilaku pribadinya dihari depan, dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstrak akan berperan dalam perkembanangan kepribadiannya.
Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang diakibatkan kemampuan abstraksi) akibatnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Disamping itu organ sentris masih terlihat dalam pikirannya.
1. Cita-cita dan idialisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh, dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme berkurang. Pada akhirnya pengaruh egosentrisitas pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat berfikir abstrak dengan mengikut sertakan pandangan dan pendapat orang lain.
C. Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
Intelegensi pada remaja tidak mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya tiga sampai empat tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur.
Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada masa awal remaja, kira-kira pada usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut " Masa oerasi formal" (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin; disamping hal yang nyata (riil) (Gliedmen, 1986 : 475-475)
Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir abstrak dan hitotek. Dalam berfikir operasional formal, setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu ; 1. Sifat deduktif hipotesis, 2. berfikir opersional juga berfikir kombinatoris.
1. Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoritik. Yang menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berfikir induktif disamping deduktif. Oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi. Kemudian mencari hubungan antra proporsi Yang berbeda-beda tadi.Berhubungan itu maka berpikir operasional juga disebut proposisional.
2. Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan analis. Misalnya anak diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu. Anak yang berpikir operasional formal, lebih dahulu Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini.
Secara teoritik membuat matriksnya mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, secara sistematik mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empiris.Bila ia mencapai penyelesaian yang betul, mak ia juga akan segera dapat memproduksi.
Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara berpikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi ke sekolah tetapi tidak adanya pasilitas yang dibutuhka,
maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi perkembangan Intelek
Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi/kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandanganbahwa adalah keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Andi Mappiare (1982: 80) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain:
1) Bertabahnya informasi yang disimpan(dalam otak)seseorang sehingga ia mampu berpikr reflektif.
2) Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang bisa berpikir proporsional.
3) Adanya kebebasan berpikir,menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalahdan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan intelegendi, yakni:
1)Fungsi intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis.
2) Berkembangnya usia menyebabkan berkembangnya struktur intelegensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif.
Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan intelegensi seseorang tidak dapat diukur. IQ adalah suatu nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan situasional.
a. Peranan Pengalaman dari Sekolah Terhadap Intelegensi
Sejauh mana pengalaman meningkatkan intelegensi anak?Penelitian tentang pengaruh taman indria terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi. Rata-rataa tingkat IQ asal mereka adalah da atas 110. Merka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukan perbedaan kemajuan atau ”gained”, dalam rata-rat IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.Perbedaan kemajuan nilai rata-rata IQ bagi mereka yang baru satu tahun saja belajar (bersekolah pada pra-sekolah)adalah 5,4 skala IQ per seorang siswa. Angka ini jauh lebih tinggi daripada siswa-siswa yng tidak memasuki prasekolah sebelumnya, yaitu menunjukan rata-rata hanya mengalami perubahan nilai I hanya sebesar 0,5 skala IQ perseorang siswa.
BAB III
KESIMPULAN
Terjadinya perkembangan remaja bukan hanya perkembangan pada biologisnya semata akan tetapi juga berkembang pada mental dan kepribadiannya. yang tercakup dalam perkembangan individual remaja didik adalah kecerdasan, emosional dan intelektualnya termasuk perkembangan bahasanya.
Tatkala kita membahas tentang perkembangan individu / peserta didik dalam proses pembelajaran maka akan kita dapatkan ranah-ranah atau domain-domain : Kognitif, Affektif dan Psikomotorik, sebagai alat untuk mengukur berhasil tidaknya proses pembelajaran di kelas.,
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Cahyani Ani. Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum Teaching, Ciputat Press Group, 2006).
Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung:
Erlangga.
Hurlock B Elizabeth, Developmental Psikologi; Mc Grow Hill, Inc, 1980, Alih Bahasa, Istiwidayanti dan suedjarwo, Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga, tt.
LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Remaja dan Remaja, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurihsan Juntika, 2007, Buku Materi Pokok Perkembangan Peserta didik , Bandung; Sekolah Pasca Sarjana (UPI)
Santrock, John W, Life-Span Development, WM, C Brown Comunication, Inc, 1995, Alih bahasa Achmad Chusairi, S.PSI, Perkembangan Masa Hidup Jilid I, Jakarta, Erlangga, 2002.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Surya, M. 1990. Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan Psikologi
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT Raja Grafindo, : 2004).

Tahapan Perkembangan Intelektual Anak


Tahapan Perkembangan Intelektual Anak

Para ahli psikologi pendidikan banyak yang telah melakukan penelitian tentang perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif atau perkembangan mental anak. Salah satu hasil penelitian yang terkenal adalah hasil penelitian Jean Piaget. Piaget adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Piaget berkeyakinan bahwa dengan memahami proses berpikir yang terjadi pada anak, kita akan dapat menjawab pertanyaan: “Bagaimana memperoleh pengetahuan?”, dan “Bagaimana kita tahu apa yang kita ketahui.”

Tingkat perkembangan intelektual anak oleh Piaget dibedakan atas 4 peride.
1. Sensori-motor (0 – 2 tahun). Sifat-sifat yang tampak pada anak adalah stimulus sound, anak berinteraksi dengan stimulus dari luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang sampai dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan tingkah laku baru, kmampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berpikir. Perubahan yang terlihat antara lain, gerakan tubuhnya merupakan aksi refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungannya.

2. Praoperasional (2 – 7 tahun). Sifat-sifat anak adalah, belum sanggup melakukan operasi mental, belum dapat membedakan antara permainan dengan kenyataan, atau belum dapat mengembangkan struktur rasional yang cukup, masa transisi antara struktur sensori motor ke berpikir operasional. Perubahan yang terlihat pada anak adalah, sifat egosentris baru akan berkembang apabila anak banyak berinteraksi sosial, konsep tentang ruang dan waktu mulai bertambah, bahasa mulai dikuasai.

3. Operasional Konkret (7 – 11 tahun). Sifat-sifat anak, dapat berpikir konkret karena daya otak terbatas pada objek melalui pengamatan langsung, dapat mengembangkan operasi mental seperti menambah dan mengurang, mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep, melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih konkret. Perubahan yang terlihat pada anak: tidak egosentri lagi, berpikir tentang objek yang berhubungn dengan berat, warna, dan susunan, melakukan aktivitas yang berhubungan dengan objek, membuat keputusan logis.

4. Operasional Formal (11 tahun ke atas). Sifat-sifat anak: pola berpikir sistematis meliputi proses yang kompleks, pola berpikir abstrak dengan menggunakan logika matematika, pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara signifikan. Perubahan yang terlihat: anak telah mengerti tentang pengertian tak terbatas, alam raya dan angkasa luar.

Tahapan perkembangan intelektual anak selalu mengikuti urutan tahap-tahap tersebut, mulai dari sensori motor, praoperasional, operasional konkret, kemudian operasional formal. Irama perkembangan tiap tahap untuk tiap anak berbeda-beda satu sama lain. Berdasarkan perkembangan intelektual inilah kemudian umur anak sekolah ditetapkan. Misalnya, anak masuk TK minimal umur 4 tahun, anak masuk SD minimal 6 tahun.

Pengertian dan Klasifikasi Intelegensi


Pengertian dan Klasifikasi Intelegensi

Intelek adalah kemampuan jiwa atau psikis yang relatif menetap dalam proses berpikir untuk membuat hubungan-hubungan tanggapan, serta kemampuan memahami, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi. Intelektual berfungsi dalam pemben-tukan konsep yang dilakukan melalui pengindraan pengamatan, tanggapan, ingatan, dan berpikir.

Konsep yang mendasari pengertian merupakan kemampuan untuk menangkap sifat, arti, atau keterangan mengenai sesuatu dan mempunyai gambaran yang jelas dan lengkap tentang hal tersebut (Hurlock, 1990). Pengertian didasarkan pada konsep yang terbentuk melalui pengindraan. Konsep bukan kesan pengindraan secara langsung, melainkan dapat merupakan penggabungan atau perpaduan berbagai hal yang disatukan dengan berbagai unsur, berbagai objek, dan situasi, sehingga menyatukannya dalam satu konsep. Konsep besifat simbolis sebab bergantung pada situasi yang dihadapi maupun sifat benda. Konsep juga kadang mempunyai sifat afektif yaitu suatu bobot emosional yang menjadi bagian dari konsep tersebut dan membentuk perasaan dan sikap seseorang terhadap orang, benda, atau situasi yang dikmebangkan dengan konsep tersebut. Jadi, konsep merupakan hal yang penting karena menentukan apa yang diketahui dan diyakini seseorang dan yang akan dilakukan seseorang.

Pengertian dapat dicapai dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya ke pengalaman dan situasi yang baru, dengan cara melakukan eksplorasi menggunakan indera terhadap benda yang dapat diamati, manipulasi motorik jika koordinasi motorik sudah cukup berkembang, bertanya mengenai hal-hal yang menimbulkan rasa ingin tahu, media masa bergambar seperti komik dan televisi, serta membaca buku dan cerita. Dalam perkembangan, konsep dan pengertian penting diperlu-kan kemampuan untuk melihat adanya hubungan antara pengalaman baru dan lama, kemampuan menguasai atau memahami arti yang tersirat, dan kemampuan bernalar melalui pemikiran induktif ataupun deduktif. Pengertian memungkinkan peserta didik untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perubahan pribadi maupun perubahan lingkungan. Penyesuaian pribadi dan sosial dalam kehidupan seseorang banyak dipengaruhi oleh pengertiannya akan diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.

Fungsi intelektual berkaitan dengan intelegensi dinyatakan sebagai kecerdasan. Kecerdasan intelektual atau intelegensi merupakan suatu kapasitas atau suatu kecakapan potensial yang terdiri atas: (1) faktor G (general factors) yang mendasari hampir semua perbuatan individu, (2) faktor S (special factors) yang berfungsi dalam perbuatan khusus yang khas, mirip dengan bakat, dan (3) faktor C (common factors) yang merupakan rumpun dari beberapa faktor khusus.

Menurut Thurston (Sukmadinata, 2003) ada tujuh faktor C, yaitu: kemampuan verbal, kelancaran menggunakan kata-kata, memecahkan masalah matematis, memahami ruang, mengingat, melakukan pengamatan/persepsi, dan berpikir logis. Dengan adanya beberapa pengelompokan kecerdasan tersebut, Gardner mengemukakan konsep kecerdasan ganda (multiple intelligence). Namun, pada bagian ini akan dibahas mengenai kecerdasasan intelektual seseorang yang biasa dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotient).

IQ atau intelligence quotient merupakan hasil bagi usia mental dengan usia kronologis/kalender dikalikan dengan seratus. Terdapat beberapa jenis tes IQ yang dikembangkan oleh berbagai ahli psikologi, seperti tes IQ yang disusun oleh Binet dan direvisi oleh Terman dan tes IQ yang disusun oleh Wechsler. Dengan berpegang pada satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dalam populasi dikategorikan dalam tabel berikut ini (Sukmadinata, 2003).
http://4.bp.blogspot.com/-9VajC0rQLXU/TuNU2vdg9FI/AAAAAAAAAJ0/aJ4avHHg5zw/s400/iq.png

Individu atau anak-anak dengan IQ di bawah 70 termasuk kelompok anak terbelakang. Umumnya mereka tidak bisa belajar pada sekolah biasa, tetapi perlu mendapat pendidikan atau pelatihan di sekolah khusus dalam sesuatu bidang atau kemampuan tertentu. Demikian juga halnya anak-anak dengan IQ di atas 140 (genius). Walaupun mereka tidak bersekolah khusus, tetapi perlu diperlakukan atau diberi bimbingan khusus agar dapat berkembang sesuai dengan kecerdasannya.

Sumber  http://bio-sanjaya.blogspot.com/2011/12/pengertian-dan-klasifikasi-intelegensi.html

hubungan interpersonal


Hubungan interpersonal
Pengertian Hubungan Interpersonal.Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan,  tetapi juga menentukan kadar hubungan
interpersonalnya. Jadi ketika kita berk omunikasi kita tidak hanya menentukan  content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka or ang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

Jenis Hubungan Interpersonal
Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal, yaitu:
a) berdasarkan   jumlah individu yang terlibat;
 b) berdasarkan tujuan yang ingin dicapai;
c) berdasarkan jangka waktu; serta
d) berdasarkan tingkat kedalaman atau keintiman.

A .Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat,
dibagi  menjadi 2, yaitu hubungan diad dan hubungan triad. Hubungan diad merupakan  hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat  diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad, dimana  setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus, individu dalam hubungan diad  menampilkan wajah yang berbeda dengan ‘wajah’ yang ditampilkannya dalam  hubungan diad yang lain, dan pada hubun gan diad berkembang pola komunikasi  (termasuk pola berbahasa) yang unik/ khas yang akan membedakan hubungan  tersebut dengan hubungan diad yang la in. Sedangkan hubungan triad merupakan  hubungan antara tiga orang. Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkat  keintiman/ kedekatan anatar individu lebih rendah, dan keputusan yang diambil  lebih didasarkan  voting  atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan  diambil melalui negosiasi).
B Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai
Dibagi menjadi 2, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial.Hubungan tugas merupakan  sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak  dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien dengan  dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lain-lain. Sedangkan hubungan sosial merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan  tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk (baik secara personal  dan sosial). Sebagai contoh adalah hubung an dua sahabat dekat, hubungan dua  orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.  
C Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu
Dibagi menjadi 2,  yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang. Hubungan jangka  pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar. Misalnya  hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan. 
Sedangkan hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin  lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya  berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya). Dan karena  investasi yang ditanam itu banyak ma ka semakin besar usaha kita untuk  mempertahankannya.  Selain ketiga jenis hubungan interpersonal yang sudah dijelaskan di atas,  masih terdapat satu lagi jenis hubungan interpersonal yang didasarkan atas tingkat  kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan hubungan akrab atau intim.  Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau  impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau intim ditandai dengan  penyingkapan diri (self-disclosure). Makin intim suatu hubungan, makin besar  kemungkinan terjadinya penyingkapan diri  tentang hal-hal yang sifatnya pribadi.


D Hubungan intim terkait dengan jangka waktu
 Keintiman akan tumbuh pada  jangka panjang. Karena itu hubungan intim akan cenderung dipertahankan karena  investasi yang ditanamkan individu di dalamnya dalam jangka waktu yang lama telah banyak. Hubungan ini bersifat personal dan terbebas dari hal-hal yang ritual. 

Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal,yaitu:
1.   Komunikasi efektif
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara  pemangku kepentingan terbangun dalam situasi komunikatif—interaktif dan menyenangkan. Efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh validitas informasi yang disampaikan dan keterlibatan dalam memformulasikan ide atau gagasan secara bersama. Bila berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan pandangan akan membuat gembira, suka dan nyaman. Sebaliknya bila berkumpul dengan orang atau kelompok yang benci akan membuat tegang, resah dan tidak enak.

2.   Ekspresi wajah
Ekspresi wajah menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat menentukan penerimaan individu atau kelompok. Senyuman yang dilontarkan akan menunjukkan ungkapan bahagia, ma ta melotot sebagai kemarahan dan seterusnya. Wajah telah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi  interpersonal. Wajah merupakan alat ko munikasi yang sangat penting dalam menyampaikan makna dalam beberapa detik raut wajah akan menentukan dan menggerakkan keputusan yang diambil. Kepekaan menangkap emosi wajah sangat menentukan kecermatan tindakan yang akan diambil.


3.   Kepribadian
Kepribadian sangat menentukan bentuk hubungan yang akan terjalin. Kepribadian mengekspresikan pengalaman subjektif seperti kebiasaan, karakter dan perilaku. Faktor kepribadian lebih mengarah pada bagaimana tanggapan dan respon yang akan diberikan sehingga terjadi hubungan. Tindakan dan tanggapan terhadap pesan sangat tergantung pada pola hubungan pribadi dan karakteritik atau sifat yang dibawanya.
4.   Stereotyping
Stereotyping merupakan cara yang banyak ditemukan dalam menilai Orang lain yang dinisbatkan pada kata gorisasi tertentu. Cara pandang ini kebanyakan menimbulkan prasangka dan  gesekan yang cukup kuat, terutama pada saat pihak-pihak yang berkonflik  sulit membuka jalan untuk melakukan perbaikan. Individu atau kelompok akan merespon pengalaman dan lingkungan dengan cara memperlakukan anggota masyarakat secara berbeda atau cenderung melakukan pengelompokan menurut jenis kelamin, cerdas, bodoh, rajin, atau malas. Penggunaan cara ini untuk menyederhanakan begitu banyak stimuli yang diterimanya dan merupakan pengkatagorian pengalaman untuk memperoleh informasi tambahan dengan segera.
5.   Kesamaan karakter personal
Manusia selalu berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya atau kita cenderung menyukai orang lain, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan jika menyukai orang, kita ingin memilih sikap mereka yang sama. Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, norma, aturan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tingkat sosial ekonomi, budaya, agama, ideologis, cenderung saling menyukai dan menerima keberadaan masing-masing. 
6.   Daya tarik
Dalam hukum daya tarik dapat dijelaskan bahwa cara pandang orang lain terhadap diri individu akan dibentuk melalui cara berfikir, bahasa dan tindakan yang khas. Orang pintar, pandai bergaul, ganteng atau cantik akan cenderung ditanggapi dan dinilai dengan cara yang menyenangkan dan dianggap memiliki sifat yang baik. Meskipun apa yang disebut gagah, cantik atau pandai bergaul belum disepakati, namun sebagian relatif menerima orang sebagai pandai cantik atau gagah. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik seseorang baik fisik maupun karakter sering menjadi penyebab tanggapan dan penerimaan personal. Orang-orang yang memiliki daya tarik cederung akan disikapi dan diperlakuk an lebih baik, sopan dan efektif untuk mempengaruhi pendapat orang lain.
7.   Ganjaran
Seseorang lebih menyenangi orang lain yang memberi penghargaan atau ganjaran berupa pujian, bantuan, dorongan moral. Kita akan menyukai orang yang menyukai dan memuji kita. Interaksi sosial ibaratnya transaksi dagang, dimana seseorang akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari biaya. Bila pergaulan seorang pendamping masyarakat dengan orang-orang disekitarnya sangat menyenangkan, maka akan sangat menguntungkan ditinjau dari keberhasilan program, menguntungkan secara ekonomis, psikologis dan sosial. 
8.   Kompetensi
Setiap orang memiliki kecenderungan atau tertarik kepada orang lain karena prestasi atau kemampuan yang ditunjukkannya. Masyarakat akan cenderung menanggapi informasi dan pesan dari orang berpengalaman, ahli dan profesional serta mampu memberikan kontribusi secara intelektual, sikap dan mampu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam situasi krisis, para pihak yang berkonflik membutuhkan bantuan teknis dan bimbingan dari individu yang dipercaya dan  mampu menumbuhkan kerjasama untuk mendorong penyelesaian.

cara pengukuran sikap


Cara Pengukuran Sikap
            Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi ssial adalah bagaimana mengukur sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran sikap: antara lain: Skala Thrustone, Likert, Unobstrusive Measures, Analisis Skalogram dan Skala Kumulatif, dan Multidimensional Scaling. 
           
1.Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
           
            Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat fafovabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala. 
Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap sekitar lebih 100 buah atau lebih. Penrnyataan-pernyataan itu kemudian diberikan kepada beberapa orang penilai (judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju Tugas penilai ini bukan untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. 
Median atau rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadap aitem ini kemudian dijadikan sebagai nilai skala masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian menyusun aitem mulai dari atem yang memiliki nilai skala terrendah hingga tertinggi. Dari aitem-aitem tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem sikap tersebut. 
Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap isue. Penilai melakukanrating terjhadap aitem dalam tataran yang sama terhadap isue tersebut.

2.Skala Likert (Method of Summateds Ratings) 

Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorable dan yang unfavorabel. Sedangkan aitem yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau disegreemenn-nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( Sangat seuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak setuju, Sangat Tidak Setuju). 
Semua aitem yang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang Sangat Tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorabel nilai skala Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5. Seperti halnya skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interval scale). 
Unobstrusive Measures.
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam pertanyaan. 

3.Multidimensional Scaling.
           
Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadangkala menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur dimensinal kurang valid terutama apbila diterapkan pada lain orang, lain isu, dan lain skala aitem. 
Organisasi Sikap
Teori Balance dan teori konsistensi lainnya berasumsi bahwa seseorang akan cenderung mencari struktur evaluatif yang sederhana dengan yang dievaluasi oleh orang lain dan objek-objek dipandang sebagai hal yang berhubungan satu dengan lainnya. 
Keseimbangan bukannya satu-satunya prinsip yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai hubungan antar elemen dalam struktur sikap. Prinsip lain yang juga penting antara lain adalah preferensi untuk menilai positif, hubungan , dan adanya kepercayaan tentang skript situasional yang relevan, atau serangkaian aturan ipmlikasi yang sederhana dan hipotesis kausal.
Penelitian mengenai kompleksitas kognitif menekankan pada perbedaan individual dalam toleransi seseorang terhadap ambiguitas dan kebutuhan nyata untuk mengatasi inkonsistensi. Semakin kompleks kognitifnyaindividu akan semakin mencari informa

Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara:

            1. Pengukuran sikap secara langsung

            Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.

            2. Pengukuran sikap secara tidak langsung
            Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan mempengaruhi jawabannya. Ini salah satu problem yang sering dihadapi dalam penggunaan teknik pengukuran secara langsung. Adakah responden menjawab sejujurnya?

            Sebab kemungkinan untuk menjawab tidak jujur dalam arti tidak seperti apa adanya adalah besar sekali. Apabila kita ditanya tentang perasaan atau sikap kita terhadap tetangga, kemungkinan besar akan menjawab yang positif meskipun tidak demikian halnya. Sebenamya problem ini sudah dikurangi dengan konstruksi item yang secermat-cermatnya. Namun demikian tidak berarti bahwa problem tersebut sudah teratasi sepenuhnya.

            Berdasar atas problem tersebut beberapa ahli berusaha mengembangkan suatu teknik mengukur sikap secara langsung. Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan enggan mengutarakan sikapnya secara jujur.

Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa yang ia lihat dari gambar itu.

subjek kemudian di-score yang memperlihatkan sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah dilakukán oleh Proshansky (:1943), yang menyelidiki tentang sikap terhadap buruh. Di sini pengukuran sikap dilakukan secara tidak langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja dalam berbagai konflik situasi.

Subjek diminta untuk menceritakan tentang gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita.

            Namun teknik pengukuran sikap tidak langsung menimbulkan beberapa masalah penting bagi para ahli psikologi. Sejauh mana sikap individu dapat diungkap, bila ia tidak menyadari akan hal itu, di samping itu apakah bukan suatu pelanggaran mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi di luar pengetahuan dan kesadarannya? Apakah ini bukan suatu pelanggaran etik? Apakah kita selalu memerlukan izin atau persetujuan dari responden? Hal- hal inilah yang menimbulkan masalah bagi para peneliti tidak hanya pada teknik tidak langsung tetapi juga pada hampir sernua penelitian psikologi.